This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 05 Januari 2022

Sunnah Istinsyaq dalam Berwudhu Beserta Manfaatnya untuk Kesehatan


Sunnah Istinsyaq dalam Berwudhu Beserta Manfaatnya untuk Kesehatan (1)

Saat berwudhu, ada beberapa sunnah rasul yang perlu diketahui umat Muslim. Salah satunya adalah istinsyaq, yaitu menghirup air ke dalam hidung. Di samping itu, istinsyaq memiliki manfaaat besar bagi kesehatan.

Dikutip dari buku Kitab Pedoman Pengobatan Nabi Oleh dr. Agus Rahmadi, dkk, Rasulullah memberikan contoh istinsyaq untuk membersihkan hidung. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan Imam Muslim.

“Jika salah seorang di antara kalian berwudu, maka hendaklah ia menghirup air ke lubang hidungnya (Istinsyaq), lalu ia keluarkan (instintsar).” (HR. Muslim)

Pahala pokok dari kesunahan istinsyaq bisa didapatkan dengan memasukkan air ke dalam hidung saat berwudhu. Istinsyaq dilakukan dengan cara menarik air hingga ke janur hidung menggunakan nafas lalu menyemburkannya. Ada perbedaan pendapat antara ulama saat beristinsyaq, untuk mengetahui lebih lanjut simak ulasan berikut.

Perbedaan Pendapat dalam Sunnah Istinsyaq


Dikutip dari buku Fikih Shalat Empat Madzhab oleh Kasimun, ada perbedaan pendapat cara istinsyaq dalam berwudhu. Ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa istinsyaq disunnahkan menggunakan air dengan enam cidukan, tiga untuk berkumur dan tiga untuk istinsyaq. Pendapat ini berdasarkan hadist yang diriwayatkan Ali ra.


Sunnah Istinsyaq dalam Berwudhu Beserta Manfaatnya untuk Kesehatan

Menyajikan informasi terkini, terbaru dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
29 September 2021 10:29
·
waktu baca 3 menit
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sunnah Istinsyaq dalam Berwudhu Beserta Manfaatnya untuk Kesehatan
Ilustrasi istinsyaq. Foto: Freepik.

Saat berwudhu, ada beberapa sunnah rasul yang perlu diketahui umat Muslim. Salah satunya adalah istinsyaq, yaitu menghirup air ke dalam hidung. Di samping itu, istinsyaq memiliki manfaaat besar bagi kesehatan.

ADVERTISEMENT

dikutip dari buku Kitab Pedoman Pengobatan Nabi Oleh dr. Agus Rahmadi, dkk, Rasulullah memberikan contoh istinsyaq untuk membersihkan hidung. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan Imam Muslim.

“Jika salah seorang di antara kalian berwudu, maka hendaklah ia menghirup air ke lubang hidungnya (Istinsyaq), lalu ia keluarkan (instintsar).” (HR. Muslim)

Pahala pokok dari kesunahan istinsyaq bisa didapatkan dengan memasukkan air ke dalam hidung saat berwudhu. Istinsyaq dilakukan dengan cara menarik air hingga ke janur hidung menggunakan nafas lalu menyemburkannya. Ada perbedaan pendapat antara ulama saat beristinsyaq, untuk mengetahui lebih lanjut simak ulasan berikut.

Dia pernah dipanggil untuk berwudhu, kemudian dia berkumur, istinsyaq, dan menyiduk air dengan tangan kirinya. Dia melakukannya sebannyak tiga kali. Kemudian dia berkata: “Beginilah Nabi SAW bersuci.” (HR Ahmad dan Nasa’i).

Sementara ulama Syafi'iyah mengatakan, yang paling afdhal dalam istinsyaq adalah dengan tiga cidukan. Yaitu menggabungkan antara berkumur dan istinsyaq pada satu cidukan. Pendapat ini berdasarkan riwayat dari Abdulullah bin Zaid.

“Rasulullah SAW berkumur dan istinsyaq dari (cidukan) satu telapak tangan. Beliau melakukannya sebanyak tiga kali. Dalam riwayat lain disebutkan: “Beliau berkumur dan beristinsyaq dengan tiga cidukan.” (Muttafaqun alaih)

Dalam dunia medis istinsyaq dikenal dengan istilah nasal irrigation atau irigasi hidung. Cara ini digunakan untuk mereka yang mengalami penyakit rinosinusitis kronis. Tentunya, dengan berinstinyaq memberikan manfaat yang luar biasa bagi kesehatan. Apa saja?

Manfaat Istinsyaq bagi Kesehatan

Sunnah Istinsyaq dalam Berwudhu Beserta Manfaatnya untuk Kesehatan (2)
Ilustrasi istinsyaq. Foto: Istock.

Dikutip dari buku Rasulullah Sang Dokter oleh Tiga Serangkai, studi kedokteran menjelaskan istinsyaq yang dilakukan tiga kali setiap wudu sebelum sholat, dapat membersihkan sebelas macam kuman dan bakteri yang berbahaya pada hidung. Kuman-kuman ini bisa menyebabkan penyakit pernapasan, radang paru-paru, demam, rematik, sinusitis, dan alergi.

Menurut Dr. Mustafa Syahatah, jumlah kuman-kuman yang ada di hidung akan berkurang setengah setelah istinsyaq pertama. Kemudian berkurang seperempat setelah istinsyaq kedua, dan hidung akan bersih setelah istinsyaq ketiga.

Penelitian ilmiah lain juga membuktikan bahwa hidung manusia bersih dari kuman selama lima jam dan kemudian tercemar kembali. Artinya, wudu yang disertai istinsyaq berulang kali merupakan cara efektif untuk membersihkan hidung, mensterilkannya, dan mengurangi kuman-kuman yang bersembunyi di dalamnya

Sholat Dhuha, Waktu dan Tata Caranya

Sholat Dhuha merupakan sholat sunnah yang dikerjakan di pagi hari setelah terbitnya fajar hingga menjelang waktu sholat Dzuhur. Sebelum mulai, tentunya kalian perlu membaca niat sholat dhuha.

Sholat Dhuha dilaksanakan seperti sholat pada umumnya namun ada perbedaan dalam jumlah rakaat. Jumlah rakaat sholat dhuha antara 2-12 rakaat yang dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan. Jika sholat Dhuha dilaksanakan lebih dari 2 rakaat, maka salam dilakukan sekali salam untuk setiap 2 rakaat.

Rasulullah SAW pernah melakukan sholat Dhuha dengan 8 rakaat. Diriwayatkan Ummu Hani, “Rasulullah SAW pada tahun terjadinya Fathu Makkah beliau salat Dhuha delapan rakaat.” (HR. Bukhari).

Perintah anjuran untuk melaksanakan sholat Dhuha telah diterangkan dalam hadist riwayat Abu Daud, dari Nu'aim bin Hammar Al Ghothofaniy, beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Allah Ta'ala berfirman: Wahai anak Adam, janganlah engkau tinggalkan empat rakaat shalat di awal siang (di waktu Dhuha). Maka itu akan mencukupimu di akhir siang." (HR Abu Daud).

share facebook
share twitter
share line

Tata Cara Sholat Dhuha

Sholat dhuhah merupakan sholat sunnah yang didirikan dalam jumlah dua rakaat dalam satu salawaktu yan

  1. Membaca niat sholat dhuha
  2. Doa Iftitah
  3. Surat Al-Fatihah
  4. Membaca satu surat di dalam Al Quran. Afdholnya rakaat pertama membaca surat Asy-Syam dan rakaat kedua surat Al Lail
  5. Ruku dan membaca tasbih tiga kali.
  6. Iktidal dan membaca bacaannya.
  7. Sujud pertama dan membaca tasbih tiga kali.
  8. Duduk di antara dua sujud dan membaca bacaannya.
  9. Sujud kedua dan membaca tasbih tiga kali.

Di atas adalah ulasan tentang tata cara mendirikan sholst dhuha, semoga dapat dijadikan sebagai sumber referensi untuk memperdalam ilmu agama.


apakah sholat tahajud harus tidur dulu?

 ⬛️⬜️ Apakah Sholat Tahajud harus Tidur Dulu?


Pertanyaan:


Ass. Apakah bisa sholat tahajud tanpa harus tidur terlebih dahulu. Karna saya insomnia.


🟩✅ Jawaban:


Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,


✅ Pertama, ada dua istilah umum untuk menyebut kegiatan ibadah di malam hari,


▶️ Qiyam Lail

▶️ Tahajud


Para ulama menegaskan, qiyam lail lebih umum dari pada tahajud. Karena qiyam lail mencakup semua kegiatan ibadah di malam hari, baik berupa shalat, membaca Al-Quran, belajar mengkaji ilmu agama, atau dzikir. 


Selama ketaatan itu dilakukan di malam hari, sehingga menyita waktu istirahatnya, bisa disebut qiyam lail. Baik dilakukan sebelum tidur maupun sesudah tidur.


Dalam Maraqi Al-Falah dinyatakan,


معنى القيام أن يكون مشتغلا معظم الليل بطاعة , وقيل : ساعة منه , يقرأ القرآن أو يسمع الحديث أو يسبح أو يصلي على النبي صلى الله عليه وسلم


Makna Qiyam lail adalah seseorang sibuk melakukan ketaatan pada sebagian besar waktu malam. Ada yang mengatakan, boleh beberapa saat di waktu malam. Baik membaca Al-Quran, mendengar hadis, bertasbih, atau membaca shalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, 34/117).


Sementara tahajud hanya khusus untuk ibadah berupa sholat. Sementara ibadah lainnya, selain shalat, tidak disebut tahajud.


✅ Kedua, apakah harus tidur dulu?


Ulama berbeda pendapat tentang syarat bisa disebut sholat tahajud, apakah harus tidur dulu ataukah tidak.


▶️ 1. Tahajud harus tidur dulu


Ini merupakan pendapat Ar-Rafi’i – ulama madzhab Syafii –. Dalam bukunya As-Syarhul Kabir, beliau menegaskan,


التَّهَجُّدُ يَقَعُ عَلَى الصَّلَاةِ بَعْدَ النَّوْمِ ، وَأَمَّا الصَّلَاةُ قَبْلَ النَّوْمِ ، فَلَا تُسَمَّى تَهَجُّدًا


“Tahajud istilah untuk shalat yang dikerjakan setelah tidur. Sedangkan shalat yang dikerjakan sebelum tidur, tidak dinamakan tahajud.”


Setelah menyatakan keterangan di atas, Ar-Rafi’i membawakan riwayat dari katsir bin Abbas dari sahabat Al-Hajjaj bin Amr radhiyallahu ‘anhu,

<


يَحْسَبُ أَحَدُكُمْ إذَا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ يُصَلِّي حَتَّى يُصْبِحَ أَنَّهُ قَدْ تَهَجَّدَ ، إنَّمَا التَّهَجُّدُ أَنْ يُصَلِّيَ الصَّلَاةَ بَعْدَ رَقْدِهِ ، ثُمَّ الصَّلَاةَ بَعْدَ رَقْدِهِ ، وَتِلْكَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ


Diantara kalian menyangka ketika melakukan shalat di malam hari sampai subuh dia merasa telah tahajud. Tahajud adalah shalat yang dikerjakan setelah tidur, kemudian shalat setelah tidur. Itulah shalatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Ibnu Hajar dalam Talkhis Al-Habir mengatakan,


Sanadnya hasan, dalam sanadnya ada perawi yang bernama Abu Shaleh, juru tulis Imam Al-Laits, dan Abu Shaleh ada kelemahan. Hadis ini juga diriwayatkan At-Thabrani, dengan sanad dari Ibnu Lahai’ah. Dan riwayat kedua ini dikuatkan dengan riwayat jalur sebelumnya.


▶️ 2. Tahajud TIDAK harus tidur dulu


Sholat tahajud adalah semua shalat sunah yang dikerjakan setelah isya, baik sebelum tidur maupun sesudah tidur. (Hasyiyah Ad-Dasuqi, 7/313).


Karena tahajud memiliki arti mujanabatul hajud (menjauhi tempat tidur). Dan semua shalat malam bisa disebut tahajud jika dilakukan setelah bangun tidur atau di waktu banyak orang tidur.


Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,


أفشوا السلام، وأطعموا الطعام، وصلوا الأرحام، وصلوا بالليل والناس نيام تدخلوا الجنة بسلام


Sebarkanlah salam, berilah makanan, sambung silaturahmi, dan kerjakan shalat malam ketika manusia sedang tidur, kalian akan masuk surga dengan selamat. (HR. Ahmad, Ibn Majah, dan dishahihkan Syuaib Al-Arnauth)


Abu Bakr Ibnul ‘Arabi mengatakan,


في معنى التهجد ثلاثة أقوال (الأول) أنه النوم ثم الصلاة ثم النوم ثم الصلاة، (الثاني) أنه الصلاة بعد النوم، (والثالث) أنه بعد صلاة العشاء. ثم قال عن الأول: إنه من فهم التابعين الذين عولوا على أن النبي صلى الله عليه وسلم كان ينام ويصلي، وينام ويصلي . والأرجح عند المالكية الرأي الثاني


Tentang makna tahajud ada 3 pendapat: pertama, tidur kemudian shalat lalu tidur lagi, kemudian shalat. Kedua, shalat setelah tidur. Ketiga, tahajud adalah shalat setelah isya. Beliau berkomentar tentang yang pertama, bahwa itu adalah pemahaman ulama tabi’in, yang menyandarkan pada ketarangan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur kemudian shalat, kemudian tidur, lalu shalat. Sedangkan pendapat paling kuat menurut Malikiyah adalah pendapat kedua. (Dinukil dari Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 14/86)


⬛️ Catatan:


Bagi anda yang dikhawatirkan tidak mampu bangun sebelum subuh untuk tahajud, dianjurkan untuk shalat sebelum tidur. 


Sekalipun tidak disebut tahajud oleh sebagian ulama, namun dia tetap terhitung melakukan qiyam lail, yang pahalanya besar.


Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk bisa istiqamah dalam melakukan ketaatan.


Amiin.


Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits

hukum asal ibadah, haram sampai ada dalil

 ⬛️🟦 Hukum Asal Ibadah, Haram Sampai Ada Dalil


Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc


Sebagian kalangan mengemukakan alasan ketika suatu ibadah yang tidak ada dalilnya disanggah dengan celotehan, “Kan asalnya boleh kita beribadah, kenapa dilarang?” 


Sebenarnya orang yang mengemukakan semacam ini tidak paham akan kaedah yang digariskan oleh para ulama bahwa hukum asal suatu amalan ibadah adalah haram sampai adanya dalil. 


Berbeda dengan perkara duniawi (seperti HP, FB, internet), maka hukum asalnya itu boleh sampai ada dalil yang mengharamkan. 


Jadi, kedua kaedah ini tidak boleh dicampuradukkan. 


Sehingga bagi yang membuat suatu amalan tanpa tuntunan, bisa kita tanyakan, “Mana dalil yang memerintahkan?”


Ada kaedah fikih yang cukup ma’ruf di kalangan para ulama,


الأصل في العبادات التحريم


“Hukum asal ibadah adalah haram (sampai adanya dalil).”


Guru kami, Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri –semoga Allah menjaga dan memberkahi umur beliau- berkata, “(Dengan kaedah di atas) tidak boleh seseorang beribadah kepada Allah dengan suatu ibadah kecuali jika ada dalil dari syari’at yang menunjukkan ibadah tersebut diperintahkan. Sehingga tidak boleh bagi kita membuat-buat suatu ibadah baru dengan maksud beribadah pada Allah dengannya. Bisa jadi ibadah yang direka-reka itu murni baru atau sudah ada tetapi dibuatlah tata cara yang baru yang tidak dituntunkan dalam Islam, atau bisa jadi ibadah tersebut dikhususkan pada waktu dan tempat tertentu. Ini semua tidak dituntunkan dan diharamkan.” (Syarh Al Manzhumah As Sa’diyah fil Qowa’idil Fiqhiyyah, hal. 90).


⬛️⬛️ Dalil Kaedah


Dalil yang menerangkan kaedah di atas adalah dalil-dalil yang menerangkan tercelanya perbuatan bid’ah. 


Bid’ah adalah amalan yang tidak dituntunkan dalam Islam, yang tidak ada pendukung dalil. 


Dan bid’ah yang tercela adalah dalam perkara agama, bukan dalam urusan dunia.


Di antara dalil kaedah adalah firman Allah Ta’ala,


أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ


“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy-Syuraa: 21).


Juga didukung dengan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ


“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718). Dalam riwayat lain disebutkan,


مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ


“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718).


Begitu pula dalam hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ


“Hati-hatilah dengan perkara baru dalam agama. Karena setiap perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Daud no. 4607, Tirmidzi no. 2676, An Nasa-i no. 46. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)


Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa kita baru bisa melaksanakan suatu ibadah jika ada dalilnya, serta tidak boleh kita merekayasa suatu ibadah tanpa ada perintah dari Allah dan Rasul-Nya.


⬛️⬛️ Perkataan Ulama


Ulama Syafi’i berkata mengenai kaedah yang kita kaji saat ini,


اَلْأَصْلَ فِي اَلْعِبَادَةِ اَلتَّوَقُّف


“Hukum asal ibadah adalah tawaqquf (diam sampai datang dalil).” Perkataan di atas disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (5: 43). 


Ibnu Hajar adalah di antara ulama besar Syafi’i yang jadi rujukan. Perkataan Ibnu Hajar tersebut menunjukkan bahwa jika tidak ada dalil, maka suatu amalan tidak boleh dilakukan. 


Itu artinya asal ibadah adalah haram sampai ada dalil yang memerintahkan. Di tempat lain, Ibnu Hajar rahimahullah juga berkata,


أَنَّ التَّقْرِير فِي الْعِبَادَة إِنَّمَا يُؤْخَذ عَنْ تَوْقِيف


“Penetapan ibadah diambil dari tawqif (adanya dalil)” (Fathul Bari, 2: 80).


Ibnu Daqiq Al ‘Ied, salah seorang ulama besar Syafi’i juga berkata,


لِأَنَّ الْغَالِبَ عَلَى الْعِبَادَاتِ التَّعَبُّدُ ، وَمَأْخَذُهَا التَّوْقِيفُ


“Umumnya ibadah adalah ta’abbud (beribadah pada Allah). Dan patokannya adalah dengan melihat dalil”. Kaedah ini disebutkan oleh beliau dalam kitab Ihkamul Ahkam Syarh ‘Umdatil Ahkam.


Dalam buku ulama Syafi’iyah lainnya, yaitu kitab Ghoyatul Bayan Syarh Zubd Ibnu Ruslan disebutkan,


الأصل في العبادات التوقيف


“Hukum asal ibadah adalah tawqif (menunggu sampai adanya dalil).”


Ibnu Muflih berkata dalam Al Adabu Asy Syar’iyah,


أَنَّ الْأَعْمَالَ الدِّينِيَّةَ لَا يَجُوزُ أَنْ يُتَّخَذَ شَيْءٌ سَبَبًا إلَّا أَنْ تَكُونَ مَشْرُوعَةً فَإِنَّ الْعِبَادَاتِ مَبْنَاهَا عَلَى التَّوْقِيفِ


“Sesungguhnya amal diniyah (amal ibadah) tidak boleh dijadikan sebagai sebab kecuali jika telah disyari’atkan karena standar ibadah boleh dilakukan sampai ada dalil.”


Imam Ahmad dan para fuqoha ahli hadits -Imam Syafi’i termasuk di dalamnya- berkata,


إنَّ الْأَصْلَ فِي الْعِبَادَاتِ التَّوْقِيفُ


“Hukum asal ibadah adalah tauqif (menunggu sampai adanya dalil)” (Dinukil dari Majmu’ Al Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 29: 17)


Ibnu Taimiyah lebih memperjelas kaedah untuk membedakan ibadah dan non-ibadah. Beliau rahimahullah berkata,


إنَّ الْأَصْلَ فِي الْعِبَادَاتِ التَّوْقِيفُ فَلَا يُشْرَعُ مِنْهَا إلَّا مَا شَرَعَهُ اللَّهُ تَعَالَى . وَإِلَّا دَخَلْنَا فِي مَعْنَى قَوْلِهِ : { أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ } . وَالْعَادَاتُ الْأَصْلُ فِيهَا الْعَفْوُ فَلَا يَحْظُرُ مِنْهَا إلَّا مَا حَرَّمَهُ وَإِلَّا دَخَلْنَا فِي مَعْنَى قَوْلِهِ : { قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ لَكُمْ مِنْ رِزْقٍ فَجَعَلْتُمْ مِنْهُ حَرَامًا وَحَلَالًا } وَلِهَذَا ذَمَّ اللَّهُ الْمُشْرِكِينَ الَّذِينَ شَرَعُوا مِنْ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَحَرَّمُوا مَا لَمْ يُحَرِّمْهُ


“Hukum asal ibadah adalah tawqifiyah (dilaksanakan jika ada dalil). Ibadah tidaklah diperintahkan sampai ada perintah dari Allah. Jika tidak, maka termasuk dalam firman Allah (yang artinya), “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy Syura: 21). 


Sedangkan perkara adat (non-ibadah), hukum asalnya adalah dimaafkan, maka tidaklah ada larangan untuk dilakukan sampai datang dalil larangan. 


Jika tidak, maka termasuk dalam firman Allah (yang artinya), “Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal” (QS. Yunus: 59). 


Oleh karena itu, Allah mencela orang-orang musyrik yang membuat syari’at yang tidak diizinkan oleh Allah dan mengharamkan yang tidak diharamkan. (Majmu’ Al Fatawa, 29: 17).


⬛️⬛️ Contoh Penerapan Kaedah


– Beribadah dengan tepuk tangan dan musik dalam rangka taqorrub pada Allah seperti yang dilakukan kalangan sufi.


– Perayaan tahun baru Islam dan Maulid Nabi.


– Shalat tasbih karena didukung oleh hadits dho’if[1].


Demikian contoh-contoh yang disampaikan oleh guru kami, Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri hafizhohullah dalam Syarh Al Manzhumah As Sa’diyah, hal. 91.


⬛️⬛️ Tambahan Bid’ah dalam Ibadah


Kadang amalan tanpa tuntunan (alias: bid’ah) adalah hanya sekedar tambahan dari ibadah yang asli. 


Apakah tambahan ini membatalkan amalan yang asli?


Di sini ada dua rincian:


1- Jika tambahan tersebut bersambung (muttashilah) dengan ibadah yang asli, ketika ini, ibadah asli ikut rusak.


Contoh: Jika seseorang melakukan shalat Zhuhur lima raka’at (dengan sengaja), maka keseluruhan shalatnya batal. Dalam kondisi ini, tambahan raka’at tadi bersambung dengan raka’at yang asli (yaitu empat raka’at).


2- Jika tambahan tersembut terpisah (munfashilah). Maka ketika itu, ibadah asli tidak rusak (batal).


Contoh: Jika seseorang berwudhu’ dan mengusap anggota wudhunya (dengan sengaja) sebanyak empat kali-empat kali. Kali keempat di situ dihukumi bid’ah namun tidak merusak usapan tiga kali sebelumnya.


Alasannya, karena usapan pertama sampai ketiga dituntunkan sedangkan keempat itu tambahan (tidak ada asalnya), sehingga dianggap terpisah.


Lihat keterangan akan hal ini dalam Syarh Al Manzhumah As Sa’diyah fil Qowa’idil Fiqhiyyah, hal. 92 oleh guru kami, Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri hafizhohullah.


⬛️⬛️ Tidak Tepat!


Tidak tepat dan terasa aneh jika dalam masalah ibadah, ada yang berujar, “Kan tidak ada dalil yang melarang? Gitu saja kok repot …”. 


Maka cukup kami sanggah bahwa hadits ‘Aisyah sudah sebagai dalil yang melarang untuk membuat ibadah tanpa tuntunan,


مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ


“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718).  


Hadits ini sudah jelas menunjukkan bahwa kita harus berhenti sampai ada dalil, baru kita boleh melaksanakan suatu ibadah. 


Jika ada yang membuat suatu ibadah tanpa dalil, maka kita bisa larang dengan hadits ini dan itu sudah cukup tanpa mesti menunggu dalil khusus. 


Karena perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu jaami’ul kalim, maksudnya adalah singkat namun syarat makna. Jadi dengan kalimat pendek saja sudah bisa menolak berbagai amalan tanpa tuntunan, tanpa mesti dirinci satu per satu.


Murid Imam Nawawi, Ibnu ‘Atthor rahimahullah menjelaskan mengenai hadits di atas, “Para ulama menganggap perbuatan bid’ah yang tidak pernah diajarkan dalam Islam yang direkayasa oleh orang yang tidak berilmu, di mana amalan tersebut adalah sesuatu yang tidak ada landasan (alias: tidak berdalil), maka sudah sepantasnya hal ini diingkari. 


Pelaku bid’ah cukup disanggah dengan hadits yang shahih dan tegas ini karena perbuatan bid’ah itu mencacati ibadah.” (Lihat Syarh Al Arba’in An Nawawiyah atau dikenal pula dengan ‘Mukhtashor An Nawawi’, hal. 72)


Sehingga bagi yang melakukan amalan tanpa tuntunan, malah kita tanya, “Mana dalil yang memerintahkan untuk melakukan ibadah tersebut?” 


Jangan dibalik tanya, “Mana dalil yang mengharamkan?” Jika ia bertanya seperti pertanyaan kedua, ini jelas tidak paham kaedah yang digariskan oleh Al Qur’an dan As Sunnah, juga tidak paham perkataan ulama.


Kaedah yang kita kaji saat ini menunjukkan bagaimana Islam betul-betul menjaga syari’at, tidak dirusak oleh kejahilan dan kebid’ahan.


Hanya Allah yang memberikan petunjuk ke jalan penuh hidayah.



Suatu ketika, Sa’id Ibnul Musayyib rahimahullah melihat seseorang yang shalat lebih dari 2 raka’at setelah terbitnya fajar. 


Orang tersebut memperbanyak ruku’ dan sujud. Kemudian beliau melarang orang tersebut meneruskan sholatnya. 


Orang tersebut pun berkata, “Hai Abu Muhammad (panggilan Sa’id Ibnul Musayyib-pen)! Apakah Allah akan menyiksa aku karena sholatku?” 


Beliau menjawab, “Tidak, akan tetapi Allah akan menyiksamu karena kamu menyelisihi sunnah!”

Kegiatan Belajar Mengajar



 


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu


  Akademi Al-Qur'an Mutiara Insani(AQMI) mempunyai beberapa kegiatan Harian salah satunya yaitu Kegiatan Belajar Mengajar yang biasanya dilaksanakan dari jam 9-11 pagi, dengan tujuan agar bertambah nya wawasan ilmu para Mahasantri Akademi Al-Qur'an Mutiara Insani sehingga dengan ilmu tersebut bisa memberikan manfaat untuk dirinya dan lingkungan sekitar

Mempersiapkan Bekal Sebelum Kematian

سَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
 يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

Maasyiral muslimin rakhimakumullah!

Hadirin Jamaah Shalat Jumat yang insya Allah selalu berada dalam naungan rahmat dan hidayah Allah SWT. Tak henti-hentinya kita panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat iman dan Islam; karunia yang teramat besar yang Allah karuniakan kepada hamba-hamba-Nya. Semoga kita selalu termasuk yang mendapatkan hidayah-Nya serta berada dalam keadaan Iman dan Islam hingga akhir hayat kita.

Dan tentunya kita bersyukur kepada Allah atas nikmat berbagai kehidupan yang masih diberikan kepada kita. Sehingga pada kesempatan ini kita masih dapat beribadah kepada-Nya, dapat mengingat-Nya, serta memuji-Nya.

Pujian hanya layak dimiliki oleh Allah. Alhamdulillah; segala puji hanya milik Allah. Sungguh tidaklah pantas bagi manusia untuk mengharapkan pujian, tidak pantas bagi manusia untuk merasa telah berjasa, karena sungguh sejatinya segala pujian hanya milik Allah semata.

Pada kesempatan yang mulia ini, kami selaku khatib mengajak kepada hadirin sekalian, marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT, takwa dalam arti senantiasa berupaya dan berusaha untuk selalu menghadirkan Allah dalam setiap situasi dan kondisi dengan cara senantiasa berzikir dan melaksanakan segala perintahNya. Takwa dalam arti kita senantiasa melibatkan Allah dalam setiap persoalan yang kita hadapi dengan cara berdoa, memohon pertolongan dan bermunajat kepadaNya. Sehingga akan menimbulkan ketentraman dan ketenangan dalam setiap kehidupan kita.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Al-Quran, Surat Ali Imran, ayat 102)

Dan tentunya, shalawat serta salam semoga selalu tercurah tak henti-hentinya kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya dan para sahabatnya.

Sidang salat Jumat yang dirahmati Allah SWT

Dalam Khutbah Jumat singkat ini, mari kita merenung sejenak tentang apa yang terjadi di sekitar kita saat ini, di mana kita sedang menjalani masa pandemi Covid 19 yang sudah berjalan lebih dari setahun. Sudah banyak orang yang meninggal, tidak sedikit di antara mereka adalah Saudara kita, tiba tiba sahabat kita meninggal dunia, siapa saja dan kapan atau di mana saja bisa meninggal dunia.

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِ   

Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.

Kematian adalah sesuatu yang pasti kita hadapi. Sesuatu yang menjadi gerbang dari kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat adalah kematian.

Maasyiral muslimin rakhimakumullah!

Dalam Surat Al-Baqarah ayat 28, Allah berfirman:

كَيْفَ تَكْفُرُوْنَ بِاللّٰهِ وَكُنْتُمْ اَمْوَاتًا فَاَحْيَاكُمْۚ  ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ اِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ   

Bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu lalu Dia menghidupkan kamu kembali. Kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan.

Dalam Tafsir Ibn Katsir, dijelaskan bahwa ayat ini menjelaskan akan kekuasaan Allah dan sungguh aneh orang yang ingkar kepada Allah sementara manusia awalnya tiada, lalu Allah menjadikannya ada di muka bumi ini. Ayat ini juga menunjukkan bahwa kita semua pasti mati. Dan kita semua pasti akan dibangkitkan kembali setelah kematian itu.

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah SWT

Maka apa saja kewajiban kita dalam kehidupan ini sebagai persiapan diri kita sebelum menghadapi kematian? Tentunya ada banyak hal. Namun setidaknya ada tiga hal yang akan kita bahas pada kesempatan berharga ini. 

Pertama, beramal sebaik mungkin. Dalam surat Al-Mulk ayat 1-2, Allah berfirman:

تَبٰرَكَ الَّذِيْ بِيَدِهِ الْمُلْكُۖ وَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌۙ  ۨالَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًاۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُۙ  

1. Mahasuci Allah yang menguasai (segala) kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. 2. Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.

Maasyiral muslimin rakhimakumullah!

Seperti apakah amalan yang terbaik itu? Salah satu indikatornya adalah, pekerjaan itu dilakukan dengan istiqamah. Dalam hadis riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:

فَإِنَّ خَيْرَ الْعَمَلِ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ

Artinya; sesungguhnya sebaik-baik pekerjaan adalah yang rutin (berkelanjutan), meskipun itu sedikit.

Beramal sebaik mungkin juga berarti bahwa pekerjaan itu kita lakukan dengan seikhlas mungkin, semaksimal mungkin dan dengan sesempurna mungkin. Baik dalam interaksi kita kepada Allah maupun kepada sesama manusia, dalam tiap amal kita patrikan dalam diri kita bahwa bisa jadi itu adalah amal terakhir kita.

Maasyiral muslimin rakhimakumullah!

Yang kedua, menyiapkan amal yang terus mengalir pahalanya. Di antara yang dapat kita persiapkan adalah dengan memperbanyak amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta mendidik anak kita menjadi anak yang saleh yang dapat mendoakan kita kelak. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: ((إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ))؛ رواه مسلم

Artinya: diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Jika manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, dan anak shalih yang selalu mendo`akan orang tuanya. (HR. Muslim).

Yang ketiga, berdoa agar diberikan husnul khatimah. Apakah itu husnul khatimah? Di antara tanda utama husnul khatimah ialah apabila ia mengucap kalimat laa ilaaha illallaah di akhir hayatnya. Dalam sebuah hadith shahih yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda:

‏” مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ ‏”‏

“Barangsiapa yang akhir perkataannya adalah ‘Laa ilaaha illallaah’ maka dia akan masuk Surga.”

Indikator lainnya dari seorang yang husnul khatimah apabila ia mengerjakan pekerjaan baik di akhir hidupnya.

 قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم ‏”‏ إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ ‏”‏ ‏.‏ فَقِيلَ كَيْفَ يَسْتَعْمِلُهُ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ ‏”‏ يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ قَبْلَ الْمَوْتِ‏” ‏”

Rasulullah SAW bersabda: Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang, maka Allah akan membuatnya beramal. Para sahabat bertanya; Bagaimana membuatnya beramal? beliau menjawab: Allah akan memberikan taufiq padanya untuk melaksanakan amal shalih sebelum dia meninggal. (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Selain berusaha dengan segenap amal saleh untuk mencapai husnul khatimah, kita juga harus selalu berdo’a agar Allah mewafatkan kita dalam keadaan husnul khatimah.

Akhirnya, semoga kita menjadi hamba Allah yang berhasil dalam mempersiapkan kehidupan kita,  yang mampu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. dan Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang wafat dalam keadaan husnul khatimah. 

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلْ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. 
أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ  فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ.
 اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيّدِنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ. أَمَّا بَعْدُ؛
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الرحمن الرحيم. إنَّ اللهَ وملائكتَهُ يصلُّونَ على النبِيِّ يَا أيُّهَا الذينَ ءامَنوا صَلُّوا عليهِ وسَلّموا تَسْليمًا
اللّـهُمَّ صَلّ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى ءالِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا صلّيتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى ءالِ سيّدِنا إبراهيم وبارِكْ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى ءالِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا بارَكْتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى ءالِ سيّدِنا إبراهيمَ إنّكَ حميدٌ مجيدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ .
عباد الله، ان الله يأمر بالعدل والاحسان وايتاء ذي القربي وينهي عن الفحشاء والمنكر والبغي لعلكم تذكرون فاذكروا الله العظيم يذكركم واسألوه من فضله يعطكم ولذكر الله اكبر
اللَّهُمَّ اغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَ ذُنُوْبَ وَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا